Home Project : Mini Server (Part 2)

Home Project : Mini Server (Part 2)

Home Project : Mini Server (Part 1)

Sekitar dua tahun yang lalu, saya sempat post sebuah home project untuk membangun sebuah mini home server. Rencananya, home server tersebut akan dibangun dengan menggunakan Thin Client PC. Rencana ini sempat berjalan dan berhasil, tapi tidak di lanjutkan karena masalah performance. Wajar memang karena Thin Client memiliki hardware yang sangat under power.

Project ini pun terbengkalai dan terlupakan.. #halah

Sekitar beberapa minggu yang lalu, tiba-tiba iseng ingin melanjutkan project ini dengan hardware set yang berbeda. Sekalian juga ingin mencoba beberapa hal yang selama ini selalu bikin penasaran.

Home Server

Home Project : Mini Server (Part 2)

Syarat utama untuk dijadikan home server adalah, low power, quite capable but cheap. Pilihan paling mungkin adalah PC yang berdasarkan Intel Atom. Jadi, selama beberapa hari hunting di KasKus akhirnya nemu seorang seller yang jual PC Intel Atom Built Up, kondisinya masih kinyis-kinyis alias super mint. Spesifikasinya seperti berikut :

  • Processor : Intel Atom D2550
  • Platform : Mini-ITX
  • Memory : 4 GB DDR3 So-DiMM
  • HDD : 2 x 320 GB (Hitachi & Seagate)
  • PSU : 60 watt Pico PSU
  • Networking : Dual Gigabit Broadcom NIC
  • O/S : Windows 8.1 Pro

Hardwarenya memang ngga powerful, bahkan kalah telak kalau di compare dengan modern low end CPU semisal Intel Core i3. Tapi hal tersebut bukan masalah karena PC ini hanya akan digunakan sebagai file server, dlna server dan download machine. Kadang-kadang juga digunakan untuk hal lain, karena meskipun posisinya headless (bekerja tanpa monitor, keyboard dan mouse) tapi bisa di akses menggunakan remote desktop.

Ada kejadian menarik sewaktu memilih Windows 8.1 sebagai OS-nya. Ketika pertama kali datang, PC ini juga disertai dengan 1 licence original Windows 7. Tapi sayangnya, mungkin karena cocok, performance PC ini bisa dibilang cukup lambat dan laggy. Petualangan mencari OS yang sempurna pun dilakukan 😀  Ada beberapa OS yang di coba semasa percobaan itu. Berikut pengalaman dari OS yang bisa di ingat oleh saya.

Proxmox

Karena waktu itu sedang penasaran dengan Proxmox, hasilnya iseng install Proxmox di PC Intel Atom ini. Tentu saja karena Intel Atom D2550 tidak mendukung fitur VT-x maka, full virtualization semisal KVM pun tidak bisa di implementasikan. Akhirnya pun dicoba menggunakan OpenVZ. Hasilnya? Horrible. Sangat lambat dan tidak responsive. Well, memang sudah di duga. Namanya juga penasaran, yaa tetap harus di coba.

FreeNAS

Karena PC ini akan berfungsi sebagai Network Attched Storage (NAS), maka OS yang selanjutnya jadi alternatif adalah FreeNAS. Karena di desain khusus sebagai NAS OS, maka spesifikasi hardware yang dibutuhkan pun tidak terlalu tinggi. Diatas kertas PC ini cukup ideal untuk menggunakan FreeNAS. FreeNAS pun di install, dan akhirnya bertemu juga si masalah hehe.

Salah satu fitur yang harus ada di PC ini adalah dlna server. Karena koleksi film, foto dan musik saya yang mulai menggunung dan tidak tertampung di harddisk laptop. DLNA server penting karena koleksi film dan TV seri itu sering di akses dari handphone / tablet, juga TV. Selama ini file-file tersebut di simpan pada beberapa HDD external yang tentu saja menyulitkan ketika kita ingin mengaksesnya secara cepat.

Sebagai NAS OS, FreeNAS bekerja sangat baik dan cepat. Namun sayangnya, aplikasi dlna server yang tersedia, seperti MiniDLNA dan Plex, tidak bisa bekerja sesuai dengan keinginan. Apalagi kurangnya support pada penggunaan external subtitle.

Windows 8.1

Tadinya agak skeptis untuk memilih Windows 8.1, karena saya pikir kalau Windows 7 itu lumayan laggy apalagi di Windows 8.1 yang lebih baru. Tapi akhirnya dicoba juga. Tidak disangka-sangka, user experience nya jomplang banget dengan Windows 7. UI nya smooth dan responsive. Coba instal beberapa aplikasi, seperti Serviio sebagai dlna server dan hasilnya it works flawlessly.

Coba untuk menggunakan Remote Desktop, dan… waw.. Kualitas gambarnya jauh diatas Windows 7 dan Linux dengan VNC. Kualitas gambar dari RDP nya bisa dibilang 1:1 bila menggunakan monitor secara langsung. Well done, Microsoft.

Namun sayangnya, ada satu kekurangan yang fatal. Graphic Card di Intel Atom D2550 yaitu Intel GMA 3600 tidak di support Intel di Windows 8. Singkat ceritanya, Intel tidak pernah dan mungkin tidak akan menulis Driver untuk Windows 8 (booooooo……). Satu-satunya alasan kenapa Windows 8.1 bisa bekerja di Intel Atom D2550 adalah dengan menggunakan Generic Driver dari Microsoft. Salah satu efek negatif dari generic driver ini adalah tidak adanya Hardware Acceleration ketika menggunakan Windows 8. Alhasil, ketika ingin memainkan sebuah video, frame rate nya jatuh banget. Mungkin hanya 5-10 fps.

Bummer banget, karena tadinya PC ini ingin dijadikan HTPC. Well, harus sadar juga sih, ada harga ada kualitas.

Other OSes

Ada beberapa OS lain yang sempat di coba sebagai experimen, diantaranya adalah OpenElec, Zentyal, Ubuntu Server dan beberapa OS lain.

Media Player

Oke, jadi servernya sudah online.. Selanjutnya mau apa? Salah satu yang jadi tujuan adalah network media player. Kenapa? Karena kita sekeluarga sering sekali menonton film. Selama ini, kalau ingin nonton film di TV, menggunakan HDD External yang langsung di colok menggunakan port USB TV.  Akan lebih mudah (dan geek) kalau tinggal streaming-streaming dari home server yang ada.

Masalahnya adalah media player yang mana yang harus di beli? Karena network media player yang ada di pasaran, harganya lumayan mahal juga. Mulai dari 700 ribuan sampai jutaan.

Raspberry Pi

Home Project  Mini Server (Part 2)

Well, dari pada beli media player, kenapa ngga bikin sendiri aja? Hal yang pertama terpikir ketika ingin membikin media player adalah menggunakan Raspberry Pi. Sebenarnya sudah lama sekali ngidam Raspberry Pi ini.  Komputer mini dengan banyak kemampuan dan harga cuma $ 35.

Yap, cuma $ 35, tapi tunggu dulu.. Itu harga di luar negeri sana. Berapa harga pas Raspberry sampai di Indonesia? Bervariasi, mulai dari Rp. 700.000 s/d diatas satu juta rupiah. Luar biasa memang, harganya bisa sampai 2 kali lipat bahkan lebih. Tapi itu sekitar 1 atau 2 tahun yang lalu ketika demand lebih besar dari supply. Sekarang harga Raspberry Pi sendiri sudah banyak yang turun sampai dibawah Rp. 500.000.

Akhirnya pesan Raspberry Pi di salah satu toko online di Jakarta tidak lupa sekalian SD cardnya, lumayan dapet gratis acrylic case hehe. Ketika sampai langsung di install OpenElec menggunakan Berryboot. Hasilnya, top markotop.. Streaming nya berjalan lancar tanpa lag.  Untuk remote control nya menggunakan Nexus 7 yang di install aplikasi Yatse. Lumayanlah, akhirnya TV plasma jadul itu jadi TV semi smart TV #maksa hahahha   😀

Google Chromecast

Home Project  Mini Server (Part 2)

Sip, si TV itu sudah selesai. Tapi di kamar, masih ada satu monitor tabung yang nganggur. Sayang, kalau tidak diberdayagunakan, cuma duduk di meja mengumpulin debu hehe. Dapet ide waktu update aplikasi BubleUPNP di Nexus 7. Di change log nya ada tulisan mengenai Google Chromecast support. Wah, sekarang ternyata Chromecast sudah bisa streaming file dari Lokal / DLNA Server.

Iseng cek-cek di toko online lagi, ternyata ada yang jual murah. Langsung coba order, kebetulan lagi ada stok. Sayangnya di monitor tabung itu, konektornya hanya VGA / D-Sub. Maklum namanya juga monitor jadul, dari tahun 2005. Alhasil, harus beli lagi converter VGA Female to HDMI Female.

Keesokan harinya, Chromecastnya sudah sampai rumah. Langsung colok ke monitor kemudian ke power adapter. Setupnya cukup cepat dan mudah, hanya download aplikasi Chromecast kemudian Scan Device kemudian setelah terdeteksi, masukkan password untuk koneksi menggunakan home wifi.

Setelah itu tinggal buka BubleUPNP, untuk renderer pilih Chromecast dan Media pilih DLNA server, kemudian tekan play. Magic. Di layar monitor langsung memainkan video tersebut dengan jeda yang bisa dibilang minimal. Salah satu kelebihan BubleUPNP atas support Chromecast adalah BubleUPNP Server. Dimana dengan BubleUPNP server file format yang sebelumnya tidak di dukung oleh Chromecast bisa secara otomatis di transcode kemudia di play. Fitur ini sungguh berguna ketika kita ingin memainkan file .MKV atau .AVI. File support untuk Chromecast terus terang saja cukup terbatas, Listnya bisa di baca di sini.

Books

*ngga ada hubungannya sama project home server*

Jadi, project geek ini bisa di bilang akhirnya selesai juga. Sebentar lagi Lebaran dan masuk masa liburan. Di liburan lebaran kali ini pun ada dua misi tambahan yang rencananya harus diselesaikan. Ini adalah misi-misi tersebut.

The Rise of Nine dan Inferno

Yap, dua buku ini harus selesai dalam waktu dekat. Kenapa? Karena dua buku ini sudah terlalu lama tertunda. Ummmm… ngga bisa di bilang tertunda juga sih, karena kedua buku ini baru dibaca kurang dari 10 halaman. Hahaha. Padahal umur buku-buku  ini mungkin sudah lebih dari satu tahun dibawah kepemilikan saya. Merasa berdosa sebenarnya karena dua buku ini merupakan buku yang sangat bagus. Haha. Well, i hope it will be done before Lebaran’s Day 😀

Wah ngga terasa, ini posting lumayan panjang juga yah? Haha. Pantesan sudah terasa pegal. Okelah, kalau begitu sekian laporan dari saya atas project yang dimulai dua tahun yang lalu ini.

Terima kasih,

Dhavid

 

~ Home Project : Mini Server (Part 2)

Leave a Reply