A Simple Review : Ubuntu 10.04 Lucid Lynx Lxde Custom

Selama kurang lebih dua tahun ini saya pengguna setia salah satu distro linux yang berbasiskan Debian yaitu Ubuntu. Versi terakhir dari Ubuntu yang saya pakai adalah versi 10.04 yang dirilis bulan April yang lalu. Review ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi setelah menggunakan Lucid Lynx yang telah saya custom sendiri menggunakan environment LXDE dan telah saya gunakan selama kurang lebih lima bulan.
Penampilan :
Di Ubuntu Lucid Lynx versi default Gnome, interfacenya memang sudah bisa dibilang ciamik banget, terlebih apabila kita sudah menginstal Compiz dan Emerald, its one of the best desktop look ever bahkan bisa dibilang overwhealming. Tapi bagaimana klo si Lucid ini di pasang environment LXDE?? Well, karena lxde bisa dibilang environment yang lebih mengarah kepada performa ketimbang penampilan, jadi jika dibandingkan dengan Gnome atau KDE, LXDE itu bisa dibilang masih sangat “sederhana”. Kalau di ibaratkan dengan sistem operasi kepunyaannya Bill Gates itu kaya Win*ows 7 vs Win*ows 2000 :p. Agak lebai tapi emang begitu kenyatannya. Bahkan mungkin karena LXDE begitu sederhananya, kalau saya mengaktifkan cairodock yang biasanya berjalan baik di Gnome, di lxde saya mengutak-atik untuk menjalankan compiz dulu baru kemudian cairodock-nya bisa berjalan dengan baik. Kalau compiz-nya tidak saya aktifkan terlebih dahulu maka akan ada kotak hitam yang mengelilingi, perkiraan saya mungkin ini berhubungan dengan driver, OpenGL atau sejenisnya.
Performa :
Saya menginstall Ubuntu 10.04 Lucid Lynx menggunakan pc dengan spesifikasi Intel Pentium 4 – 2,4 GHz, memory 512 MB DDR1, dan GeForce FX5500 128 MB. Pc ini memang telah berumur lebih dari lima tahun dan sangat ketinggalan jauh jika dibandingkan dengan pc jaman sekarang yang kebanyakan sudah menggunakan multi core processor dan DDR2 atau DDR3 memori, serta dengan graphic card  yang jauh lebih bertenaga. Maka dari itu menggunakan sistem operasi yang ringan dan menggunakan resource yang kecil menjadi suatu pilihan yang bijak. Karena environment lxde ini memang ditujukan untuk digunakan di komputer dengan spesifikasi minimal, maka jika dibandingkan dengan Gnome, lxde ini memang mampu berjalan lebih responsif dan cepat. Terutama jika kita menjalankan software-software yang memang dijalankan secara native oleh lxde semisal PCman File Manager atau Music Player, program terasa sekali perbedaan kecepatannya terutama saat boot program tersebut.
Kekurangan :
Dalam soal kekurangan yang dirasakan, memang bukan karena environmentnya tetapi lebih kepada core sistem operasi Ubuntu ni sendiri, karena saya merasakan masalah ini ada baik di environment Gnome maupun lxde. Kekurangan pertama yang saya sadari ketika baru mengintall Lucid meskipun ini merupakan versi LTS adalah banyaknya bug-bug terjadi. Bug-bug ini bahkan ada yang sangat krusial yang dapat mempengaruhi  performa secara keseluruhan, semisal bug dengan driver dari nvidia. Hal ini cukup disayangkan mengingat ini merupakan versi Long Term Service. Namun cukup dihargai, usaha dari team anti bug Ubuntu yang telah berusaha sangat keras, terutama di hari pertama peluncuran yang telah di banjiri dengan puluhan bug report. Masalah lain yang sangat mengganggu adalah belum akurnya, distro GNU/Linux ini dengan flash, dimana jika kita membuka web yang kaya konten terutama konten flash, maka penggunaan resource processor seketika melonjak dengan sangat signifikan bahkan kadang konstan di 100%, tentu saja hal ini sangat mengganggu karena selain pc menjadi jauh lebih lambat, hal ini bisa menyebabkan overheating yang bisa berakibat fatal.

Leave a Reply